Friday 21 October 2016

Tatakrama Bertamu dan Menerima Tamu dalam Islam


Ajaran Islam mengajarkan agar umatnya menjalin hubungan silaturahmi. Salah satu bentuk silaturahmi dalam adat masyarakat kita adalah bertamu. Atau kita justru kehadiran tamu di rumah kita. Maka atas hal tersebut, rasulullah sebagai suri tauladan kita mengajarkan tatarama bertamu atau kedatangan tamu.
a.    Tatakrama bertamu
1)    Meminta izin dengan cara mengetuk pintu atau memijit bel (jika ada) kemudian mengucapkan salam ketika akan masuk ke dalam rumah.

    Artinya :
    “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu sebelum meminta izin dan memberi salam kepada penghuninya. Yang demikian itu lebih baik bagimu, agar kamu (selalu) ingat.”
(Qs. An-Nuur : 27)

2)    Jika sudah tiga kali mengetuk pintu atau memijit bel tetapi tuan rumah belum  juga keluar dari rumahnya maka hendaknya jangan memaksa untuk masuk, karena mungkin tuan rumah sedang tidak ada dan atau tidak menghendaki kedatangan kita.
3)    Jangan dulu masuk ke dalam rumah sebelum dipersilahkan masuk oleh tuan rumah
4)    Jangan berbicara tentang hal yang dapat menyakitinya.
5)    Jika seandainya sedang berpuasa sunnah, boleh dibatalkan demi untuk menghormati tuan rumahnya.
6)    Jangan menyusahkan pribumi
7)    Hak bertamu adalah tiga hari
8)    Hadirilah undangan
9)    Do’akanlah orang atau keluarga yang menjamu kita
10)    Jangan menganggap remeh jamuan dari pribumi
b.    Tatakrama menerima tamu
1)    Hormatilah tamu serta sambutlah tamu dengan wajah yang cerah

    Artinya
    “……..dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri. Sekalipun mereka memerlukan (apa yang mereka berikan itu). Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung”
(Qs Al Hasyr ayat 9).

2)    Menjawab salamnya ketika ia memberi salam
3)    Mempersilahkan masuk dan mempersilahkan duduk kepada tamu 
4)    Menyajikan makanan bila ada
5)    Tidak boleh mengusir tamu kecuali ada alasan 

Tatakrama dalam Berpakaian dan Berhias dalam Islam


Pakaian yang digunakan oleh seseorang merupakan identitas dirinya. Dengan berpakaian juga seorang manusia dapat dibedakan dengan binatang atau makhluk lainnya.
Pakaian bagi manusia tentu mempunyai fungsi tertentu, dalam Al-Qur’an dijelaskan bahwa fungsi pakaian adalah:



Artinya:
“Hai anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutupi auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian takwa itulah yang paling baik. Yang demikian itu adalah sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka selalu ingat.”
(Qs. Al-A’raf : 26)

Dari ayat di atas jelas, bahwa pakaian itu ada dua macam, ada pakaian luar ada juga pakaian dalam. Yang dimaksud pakaian luar adalah pakaian yang dipakai sehari-hari. Menurut ayat di atas fungsi pakaian luar adalah:
1.    untuk menutupi aurat
2.    sebagai perhiasan
Yang dimaksud  dengan pakaian dalam adalah libatsut taqwa (pakaian ketaqwaan) atau keimanan yang berfungsi membentengi diri dari perbuatan maksiat dan dosa.
Pada zaman sekarang, banyak ditawarkan berbagai macam mode pakaian, jenis bahan yang dapat digunakan, serta trend yang sedang digandrungi. Namun demikian, sebagai seorang muslim, tentunya dalam berpakaian kita dituntut agar senantiasa sesuai dengan ajaran Islam. Allah menciptakan alam semesta ini semuanya disediakan bagi manusia, hanya saja manusia harus menggunakan akal pikirannya dalam memilih jenis pakaian yang sesuai. Sebagai seorang muslim, jangan sampai kita terjerumus dalam dosa hanya karena menggunakan pakaian yang tidak sesuai dengan syari’at.
Islam, sebagai agama yang sempurna mengatur berbagai hal yang menyangkut kepentingan manusia, termasuk di dalamnya tuntunan dalam berpakaian. Diantara tuntutan tersebut adalah:
1.    Larangan berlebih-lebihan dalam berpakaian, sebagaimana dijelaskan Allah dalam firmannya:

    Artinya:
    “Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.”
(Qs Al A’raf : 31)
2.    Harus menutup aurat, dalam hal ini Allah berfirman:

     Artinya:
    “Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak daripadanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya.”
 (Qs An-Nuur : 31)

3.    Untuk perempuan, pakaian tidak boleh tembus pandang dan ketat. Hal ini ditegaskan Rasul dalam sabdanya:

    Artinya :
    “wanita-wanita yang memakai pakaian tetapi kelihatan aurat, dengan menggoyang-goyangkan pinggulnya, berlengok-lengok kepalanya seperti pundak unta, wanita itu tidak akan masuk surga, bahkan tidak akan mencium baunya surga,”
(HR. Muslim)

    Hadits tersebut di atas menunjukkan ancaman yang sangat keras bagi perempuan yang mengenakan pakaian tetapi auratnya kelihatan. Hal ini bisa jadi karena terlalu ketat, tembus pandang atau memang karena potongannya yang tidak sesuai dengan ketentuan menutup aurat.
4.    Tidak menyerupai pakaian lawan jenis. Laki-laki tidak diperbolahkan memakai pakaian yang biasa (khusus) dipergunakan perempua, demikian juga sebaliknya perempuan dilarang menggunakan pakaian yang jenis maupun modenya biasa digunakan untuk laku-laki.
5.    Tidak memanjangkan pakaian karena sombong. Nabi bersabda:
6.    Berdo’a ketika mengenakan pakaian. Do’a yang biasa dibaca ketika menggunakan pakaian adalah:

    Artinya:
    “Ya Allah aku memohon kebaikan pada Mu dari pakaian ini, dan dari kebaikan sesuatu yang ada dalam pakaian ini. Dan aku berlindung kepada-Mu dari kejahatan pakaian ini, dan kejahatan sesuatu yang ada dalam pakaian ini.”
(H.R. Sunni)

    Mendahulukan anggota badan yang kanan ketika berpakaian, baik memakai baju, celana, sepatu, sandal maupun alat alat perhiasan lainnya

Aniaya


Kata aniaya dalam Istilah akhlak dikenal dengan kata zhalim (      ), lawan kata dari kata “dzulmun” adalah  ‘adil () yang berarti menempatkan sesuatu sesuai tempatnya. Dengan demikian Zhalim mengandung makna menempatkan sesuatu bukan pada tempat yang semenstinya.
Kaitannya dengan manusia, bahwa Allah sebagai khalik telah menempatkan manusia sebagai makhluk yang mulia, dan kemuliaan tersebut akan terjaga apabila manusia mau menjalankan perintahnya dan menjauhi larangannya.

Artinya :
“Dan tidaklah kami ciptakan jin manusia melainkan untuk beribadah kepada-Ku.“
(Q.s. Al-Dzariat : 56)

Inilah tempat manusia sebagai hamba Allah. Akan tetapi apabila manusia tidak mau dan menentang perintah Allah serta melanggar larangan-larangan Allah berarti dia telah berbuat zhalim kepada dirinya sendiri.

Artinya :
“Itulah hukum-hukum Allah dan barang siapa yang melanggar hukum-hukum Allah, maka sesungguhnya dia telah berbuat dzalim terhadap dirinya sendiri.“
(Q.s. Ath-Thalaq : 1)
Jadi pengertian zhalim adalah menganiaya dirinya sendiri dengan meninggalkan kewajiban-kewajiban kepada Allah.
Perbuatan zhalim merupakan perbuatan yang merugikan diri sendiri maupun orang lain. Sebagai seorang mu’min hendaknya kita berupaya dengan keras (mujahadah) untuk menjalankan perintah-perintah Allah dengan ikhlash dan menjauhi larangannya. Sebab perbuatan orang-orang zhalim telah terbukti menghancur dirinya sendiri dan umat-umat terdahulu. Hendaknya kita senantiasa berdo’a kepada Allah agar tidak termasuk orang-orang yang zhalim, sebab diakhirat kelak orang yang zhalim tidak akan mendapat pertolongan Allah, seperti disinggung dalam Q.S. Ali Imran, 3: 192


Artinya
“Ya Tuhan kami sesungguhnya barangsiapa yang Engkau masukkan ke dalam neraka, maka sungguh telah Engkau hinakan ia, dan tidak ada bagi orang orang zalim seorang penolong pun.”
(Q.S. Ali Imran, 3: 192).

Sifat Riya


Penyakit hati lainnya dan merupakan sifat tercela adalah Riya. Riya berarti melihat. Menurut akhlak riaya adalah sikap atau amal yang dilakukan seseorang dengan tujuan agar orang lain melihatnya sehingga dapat memberikan penghargaan bagi dirinya. Orang riya selalu ingin mendapat pujian dari orang lain. Amal perbuatan orang riya seperti shalat, zakat, infak, shadaqah, haji selalu diukur dengan pujian yang diberikan orang lain kepadanya.
Allah SWT sangat membenci terhadap perbuatan ini, bahkan segala amal perbuatan baiknya yang disari atas riya tidak akan mendapat pahala dari Allah SWT, bahkan akan mendatangkan siksa karena riya merupakan bentuk syirik yang kecil kepada Allah. Orang yang selalu ingin mendapatkan penghargaan orang lain diakhirat kelak akan disuruh oleh Allah untuk meminta pahala dan ganjaran dari orang yang telah memujinya, tapi hal itu tidak mungkin terjadi. Rasulullah pernah bersabda, “Yang paling aku takutkan atas diri kamu adalah syirik kecil” lalu para sahabat bertanya,”apakah syirik kecil itu, ya Rasul?” Jawab beliau, “Riya”. Pada  hari kiamat, Allah menyuruh mereka mencari pahala amalnya, kepada siapa tujuan amal mereka itu, firman-Nya :


Artinya :
“Carilah manusia yang waktu hidup di dunia kamu beramal tujuannya hanya untuk dipuji oleh mereka.”
Kebalikan dari riya adalah ikhlash. Ikhlash artinya mengerjakan sesuatu diadasarkan atas kenbersihan jiwa hanya mengharap ridha, rahmat dan pahala dari Allah semata. Orang yang beramal atas dasar riya adalah orang yang paling merugi, sebab sudah cape-cape beramal, tetapi amalnya ditolak bahkan mendatangkan siksa dari Allah SWT. Seperti seseorang yang mendirikan shalat karena ingin dipuji malah mendatangkan siksa :
Firman Allah Swt dalam Al-Qur’an:


Artinya :
“Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, yaitu orang-orang yang lalai dari shalatnya, orang-orang yang berbuat riya.”
(Q.S. Al Ma’un : 107: 4 6).

Hasud (Sifat Iri dan Dengki)


Dalam kehidupan sehari-hari hasud sering diartikan sifat iri dan dengki. Sifat ini termasuk salah akhlak yang tercela. Adapun menutu istilah akhlaq hasud adalah sikap tidak senang terhadap orang lain atas kenikmatan yang diperolehnya dan berupaya untuk merusak atau menghilangkan darinya.
Sifat hasud tidak pantas dimiliki oleh seorang muslim, sebab dengan memiliki sifat hasud hanya akan menghabiskan kebaikan (pahala) diri sendiri. Hal ini disampaikan Rasulullah dalam haditsnya :

Artinya :
“Hasud itu akan memakan kebaikan sebagaimana api memakan  kayu bakar”

Orang yang memiliki sifat hasud tidak akan pernah tenang di dalam hidupnya, akan diperbudak oleh keinginannya, hatinya terasa sempit kalau terasa diungguli oleh orang lain. Hidupnya menjadi sibuk oleh perasaan yang berdosa tersebut. Sementara orang yang dihasud tidak tahu apa-apa yang tentang apa yang ada dalam diri orang yang hasud. Orang yang hasud sakit jiwa dan rohani karena telah disiksa oleh perasaanya sendiri.
Amat rugilah orang seperti itu sehingga Rasulullah berpesan kepada kita  agar menghindarkan diri dari perbuatan hasud.


Artinya :
“Janganlah kamu semua dengki mendengki, jangan putus memutuskan hubungan persaudaraan,”
(H.R. Bukhari dan Muslim).

Di antara bahaya-bahaya yang ditimbulkan dari sifat hasud adalah:
1.    Senantiasa mendorong berbuat dosa
2.    Dapat mencelakakn orang lain
3.    Memecah belah tali silaturahmi
4.    Menghapus pahala dan mendatangkan dosa
5.    Dibenci Allah dan rasul
6.    Dapat merusak Iman
Dari bahaya-bahaya yang ditimbulkan oleh sifat hasud tadi setidaknya menjadi pelajaran agar kita senntiasa menghindari dari sifat-sifat tersebut yaitu dengan selalu bersikap qana’ah, yaitu sikap merasa cukup dengan karunia yang diberikan Allah kepada kita.

PERILAKU TERPUJI DALAM ISLAM


Islam merupakan agama yang sempurna. Hal ini ditunjukkan dengan kesempurnaan ajarannya yang mencakup segala persoalan hidup manusia.  Di antaranya, Islam sangat menjunjung tinggi nilai-nilai akhlak yang harus terwujud dalam kehidupan sehari-hari, sehingga kehadiran Rasulullah SAW diutus ke dunia ini adalah untuk menyempurnakan akhlak. Karena akhlak merupakan perwujudan hati yang paling nyata untuk mengukur kadar keimanan seseorang.
Perilaku terpuji dalam ajaran Islam biasa disebut dengan Akhlakul Karimah, yang artinya adalah seluruh sikap lahiriah seseorang yang bersumber dari nilai-nilai Islam yang diyakininya. Perilaku terpuji akan membawa sosok seseorang menjadi mulia, baik di hadapan Allah maupun di hadapan sesama manusia.
Pada kesempatan ini yang akan dibahas adalah perilaku terpuji yang harus senantiasa kita laksanakan dalam kehidupannya sehari-hari, di antaranya: Husnuzhan kepada Allah, sikap gigih, berinisiatif dan rela berkorban.



1.    Husnuzhzhan kepada Allah
Husnuzhan, berasal dari kata husnu yang berarti baik, dan az-zhan yang berarti prasangka. Husnuzhzhan mengandung arti prasangka yang baik. Kebalikan dari husnuzhan adalah su’uzhzhan yang berarti prasangka yang buruk.
Husnuzhzhan kepada Allah mengandung arti sikap yang selalu mengedapankan rasa bahwa segala apa yang dikehendaki Allah atas dirinya mengandung sisi baik atau hikmah yang baik karena kasih sayang Allah  kepada makhluknya. Sebaliknya mempunyai sifat su’uzhzhan kepada Allah berarti mempunyai pandangan bahwa Allah hendak memberikan kesusahan dan penderitaan atas dirinya padahal dirinya telah mersa berusaha dan berdo’a atas apa yang kehendaki.
Husnuzhan kepada Allah adalah sikap yang wajib ada pada diri seorang mu’min. Allah menghendaki kepada hamba-hamba kebaikan-kebaikan. Keputusan apapun yang Allah berikan kepada hambanya mengandung hikmah yang besar bagi kelangsungan hidup dan ketentraman umat manusia di muka bumi. Baik adanya kewajiban amupun larangan, pada hakikatnya adalah untuk kebaikan manusia itu sendiri bukan untuk kepentingan Allah. Sebab Allah adalah zat yang Maha Sempurna dan tidak membutuhkan sedikitpun atas makhluknya.
Sikap husnuzhan kepada Allah contohnya kita senantiasa berdo’a memohon agar terlepas dari penderitaan hidup. Akan tetapi sampai waktu yang lama dirasakan belum ada jalan keluar dari masalah tersebut. Atas kejadian ini maka seorang mu’min harus memiliki pandangan bahwa, pertama  Allah yang pasti mendengar segala do’a yang dipanjatkan kepada-Nya. Kedua, bahwa Allah belum memperkenan do’a tersebut karena Allah karena dikhawatirkan ada bencana  atau musibah lebih besar dari masalah yang dihadapi kalau permohonannya dikabulkan. Ketiga, Segala do’a yang dipanjatkan kepadanya akan menjadi pahala nanti di akhirat.
Allah berfirman :

Artinya :
“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah) Ku dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.”
(Q.s. Al-Baqarah :186)

Allah akan senantiasa memberikan yang terbaik untuk hambanya asalkan hamba-hambanya mau melaksakan apa yang diperintah Allah SWT. kebaikan dari Allah dapat beragam bentuknya baik berupa rahmat, maghfirah, bahkan terhindar dari musibah. Selain itu diperlukan sikaf husnuzhan kepadanya. Dalam hadits qudsi disebutkan :

Artinya :
“Aku sesuai dengan dugaan hamba-Ku kepada-Ku, dan Aku bersama dengannya ketika ia berdzikir kepada-Ku.”
(HQR. Syaikhani dan Tirmidzy)
Dengan sikap husnuzhan yang kuat maka kita  akan memanjatkan doa pengharapan atas rahmat Nya dan kita akan memperbanyak istighfar, memohon ampunan atas segala dosa dan kesalahan yang telah diperbuat. Sebesar apapun dosa kita, Allah pasti  akan mengampuni, asalkan kita benar benar mau bertaubat kepada Nya.



2.    Sikap gigih
Islam megajarkan agar setiap umatnya memiliki kekuatan dalam berbagai aspek, baik kuat dalam ilmu pengetahun, kuat dalam ekonomi, kuat badan (sehat) terutama kuat iman dan Isalamnya.
Kekuatan yang dimiliki seorang muslim merupakan alat agar dirinya mampu berjuang dengan gigih di dalam mempurjuangkan cita-citanya, yaitu cita-cita agar mendapatkan keselamatan dan kebahagiaan baik di dunia maupun di akhirat. Orang yang memeiliki sikap gigih akan senantiasa mencari jalan keluar atas segala sesuatu yang menghalanginya, bahkan halangan dan rintangan adalah alat dorong agar dirinya mampu mengahadapinya dengan sukses.
Sikap gigih yang diperlihat oleh seorang muslim akan mencakup ke dalam dua hal, yaitu gigih dalam rangka mempertahankan hidup dan gigih dalam rangka ibadah dan taqarub kepada Allah SWT. Ada pepatah mengatakan Seorang muslim sejati itu i kalau siang hari seperti singa yang gagah perkasa, tetapi kalau malam seperti seorang budak yang tunduk dan patuh di hadapan majikannya. Maksudnya kalau siang hari ia membanting tulang mencari kehidupan dunia dengan semangat dan kalau malam hari ia sujud berdzikir di hadapan Allah bahkan sampai menangis.
Sejalan dengan ini ada sebuah hadits yang belum jelas keshahihannya.


Artinya :
“Bekerjalah untuk duniamu seolah olah kamu akan hidup selamanya dan bekerjalah untuk akhiratmu seolah olah kamu akan mati besok.”
(AI Hadis).
Setiap muslim wajib memiliki sikap gigih untuk mendapatkan harta yang halal untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Juga seorang muslim jangan pernah putus asa dari mendapatkan rahmat dan maghfirah Allah SWT . Firman Allah :

Artinya :
“dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir.”
(Q.s. Yusuf : 87)

Keberhasilan cita cita seseorang itu harus diiringi dengan semangat atau keinginan yang kuat dan disertai doa yang tulus kepada Allah Swt. Dengan kata lain, untuk tercapainya suatu cita cita harus ada usaha lahir dan batin.
Orang gigih dalam ibadah dan usaha terlihat dari sifat-sifat atau ciri-ciri sebagai berikut :
1.    Senantiasa optimis dalam mencapai sesuatu
2.    Tidak mudah terpengaruh oleh teman
3.    Sanggup menghadapi tantangan dan rintangan
4.    Tidak mudah putus asa apabila mengalami kegalan, bahkan kegalan dijadikannya alat dorong untuk sukses
5.    Apabila gagal senantiasa bersabar
6.    Apabila berhasil senantiasa bersyukur kepada Allah dan tidak sombong



3.    Berinisiatif
Pribadi muslim merupakan pribadi yang selalu menjadikan setiap kesempatan untuk mendapatkan kebaikan dari Allah SWT. Akan tetapi, tidak semua kesempatan yang ada dapat diraihnya sesuai dengan apa yang dikendakinya. Oleh karena itu seorang mu’min harus memiliki pemikiran yang cemerlang guna menghadapi kehidupan yang semakin berat tantangannya.
Untuk menghadapi kehidupan ini diperlukan sikap inisiatif atau dengan kata lain sikap yang senantiasa berpikir, menciptakan suatu kondisi untuk mencapai suatu tujuan. Sebab perilaku berinisiatif itu dapat menunjang berhasilnya suatu cita cita, sebagaimana firman Allah dalam Surat Ar Ra’du ayat 11.


Artinya :
“Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum, sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.”
(Q.S. Ar Ra’du : 11)
Ayat di atas mengandung arti bahwa manusia wajib berusaha (berinisiatif) dalam kehidupannya. Manusia tidak boleh menyerah tanpa berusaha, karena dalam kenyataan segala sesuatu yang kita perolah tidak datang dengan sendirinya tetapi melalui usaha. Misainya kita ingin pandai harus rajin belajar yang tekun dan ulet, kita ingin kaya harus rajin berusaha (bekerja) dan berhemat. Peribahasa kita menyatakan: ‘Rajin pangkal pandai, hemat pangkal kaya”
Ciri-ciri orang yang memiliki sifat kreatif dan selalu berinisiatif :
1.    Menjadikan kegagalan sebagai pelajaran agar tidak terulang lagi
2.    sel;alu berpikir rasional (masuk akal) untuk menyelesaikan masalah
3.    Berpandangan ke masa depan
4.    Menghargai waktu
5.    Terbuka menerima pendapat orang lain
6.    Senantiasa mencari cara terbaik untuk menyelesaikan suatu persoalan
7.    Senantiasa mempunyai alternatif apabila cara sebelumnya tidak berhasil
8.    Selalu menggunakan sarana yang apa ada ketika sarana yang utama tidak ada
9.    Selalu memohon pertolongan kepada Allah



4.    Rela berkorban
Untuk mendapatkan kesuksesan yang dicita-citakan, seseorang tentu tidak akan lepas dari pengorbanan, baik harta maupun tenaga, bahkan jiwa raga sekalipun.
Banyak orang yang telah mengorbankan hartanya untuk mendapatkan apa yang dicita citakannya. Tidak sedikit pula orang mengorbankan tenaganya untuk memperoleh uang atau harta yang dicarinya. Begitu pula para pahlawan kemerdeban bangsa Indonesia dengan rela mengorbankan harta, tenaga, bahkan jiwa raga untuk kemerdekaan negara dan bangsanya. Berapa banyak orang yang gugur dalam pertempuran untuk memperjuangkan tegaknya agama Islam, tiada lain karena mereka memiliki jiwa rela berkorban.
Sifat-sifat rela berkorban yang dimiliki oleh para syuhada harus kita teladani dan kita terapkan dalam kehidupan sehari hari.  Sifat rela berkorban merupakan wujud perjuangan seorang hamba untuk mendapatkan ridha Allah Swt.
Allah Swt berfirman dalam Surat Ash Shaf ayat 10 dan 11.


Artinya :
“Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu, Aku tunjukkan suatu perniagaan yang dapat menyelamatkan kamu, yaitu kamu beriman kepada Allah dan Rasul Nya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu.”
(Q. S. Ash Shaff : 10-11).

Jaminan keselamatan di dunia dan di akhirat dari Allah adalah  bagi orang orang yang berani dan rela berkorban dengan harta dan jiwanya di jalan Allah Swt. Orang yang mempunyai sikap rela berkorban akan terlihat dari sikap-sikap :
1.    Tidak sombong kalau dipuji dan tidak putus asa kalau dihina orang lain
2.    Dalam setiap pengorbanan senantiasa karena Allah
3.    Tidak pernah berpikir untung atau rugi
4.    Berpikir hanya mengharap pahala Allah Allah SWT
 Mudah mudahan kita tergolong ke dalam  orang orang yang rela berkorban di jalan Allah.

Hikmah Wakaf

Hikmah Wakaf

Wakaf merupakan perbuata terpuji yang mengandung banyak memberi manfaat dan maslahat untuk umat, oleh karena itu banyak sekali manfaat dan hikmahnya , antara lain:
a.    Mendorong umat Islam untuk banyak beramal shaleh
b.    Memberi fasilitas kepada umat Islam untuk kepentingan syiar Islam
c.    Akan mendapatkan pahala dari Allah yang tidak terputus meskipun sudah meninggal dunia.
d.    Memberi pelajaran harusnya mengutamakan kepentingan umum di atas kepentingan pribadi
e.    Membantu mempercepat berkembangnya syiar Islam, baik berupa sarana maupun prasarana.
f.    Membantu pemerintah dalam mencerdaskan masyarakat, misalnya dengan wakaf  buku, kitab dan lain-lain.
g.    Dapat menghimpun kekuatan umat, baik lahir maupun batin

Perilaku Yang Mencerminkan Penghayatan Terhadap Hikmah Wakaf

Mengeluarkan harta untuk diwakafkan merupakan pekerjaan yang tidak ringan, sebab di samping bendanya bersifat kekal yang juga biasanya harta yang diwakafkan jumlahnya lebih banyak dari infak biasanya. Oleh karena itu ajaran tentang wakaf mengandung hikmah bagi umat Islam yang harus menjadi wujud dalam kehidupan sehari-hari. Cerminan prilaku tersebut antara lain :
1.    Pentingnya saling tolong menolong dalam kehidupan serta saling menyayangi sesama muslim
2.    Membantu dengan apa yang kita miliki kepada orang-orang yang membutuhkan bantuan
3.    Dapat menjaga amanat orang lain
4.    Adanya upaya untuk menegakkan syari'at Islam dalam berbagai aspek